Tuesday, June 5, 2018

Cerita Studio Begadang: Ep. 2 Playlist Yang Mencurigakan



Bukan suatu keanehan lagi untuk tiba di rumah pukul 5 pagi, atau bahkan tidak pulang sama sekali. Hal yang paling aku hindari setelah pulang bekerja adalah ditanya "dari mana?" atau "kok baru pulang?". Begini ya, orang tua, memangnya ada ya orang yang mau bekerja hingga lembur sampai pagi? Jadi mengapa repot-repot bertanya? Di saat-saat seperti ini, aku sering pulang bareng Robin: ya, si cowok Paul Anka itu. Rumah kami memang searah dan biasanya kami janjian untuk lembur bareng walaupun tidak selalu bareng dengan Robin. Misalnya, kami lembur bertiga atau aku lembur berdua dengan yang lain. Robin sering menumpang sarapan di rumah karena disuruh mampir sebentar oleh Mamak. Saat Robin sarapan pagi ini lah Mamak bertanya-tanya pada Robin tentang pekerjaanku, apa saja yang aku lakukan, apakah aku harus lembur, dan lain sebagainya. Robin tidak banyak bicara namun tidak membuat Mamakku gusar juga. Dia selalu tenang sambil meneguk teh hangatnya dan tersenyum dengan sabar.

Di tengah pekerjaan yang menguras energi, aku sebenarnya senang merasakan udara dingin pukul 4 pagi: saat aku dan Robin pulang dengan sepeda motorya. Nuansa langit kelabu bercampur biru dengan embun pagi di kaca-kaca halte dan jalanan yang lembab basah. Di saat-saat orang lain baru hendak memulai harinya, kami baru saja menyudahi hari kami yang berlangsung selama 29 jam. Sesampainya di rumah biasanya aku memberi notofikasi di grup kantor bahwa aku akan datang lebih siang karena habis lembur, kemudian aku akan tidur hingga jam 12 siang.

Keesokan harinya, aku tiba di studio sekitar pukul jam 2 siang. Aku melihat Robin tengah duduk di mejanya dengan headset-nya. Aku berjalan menuju kubikelku untuk melihat feedback dari Account Executive (AE) yang berurusan dengan klien tersebut. Ah, suntuk sekali rasanya. Passion-ku adalah passion klienku: kadang mereka norak sekali mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.



Alan, seorang AE yang berurusan dengan klien tersebut menghampiri mejaku.
"Na, udah cek email gue belum?" tanya Alan.

Aku mendongak menatapnya, sambil cepat-cepat membuka e-mailku. Alan mengangkat kedua alisnya. "Ada feedback tentang musiknya, Na. Coba deh lo omongin sama si Robin." ujarnya.

Insting budak kreatifku langsung menyala. "Lah kan kemarin sudah gue dan Robin sesuaikan, Lan. Kok ada revisi lagi? Bukannya di perjanjian hanya ada batas 3 kali revisi ya?"

Alan menggaruk-garuk kepalanya. "Revisinya dikit kok, Na." balasnya dengan nada sedikit memohon.

Aku mengecap dengan kesal. Ya, lagi-lagi begini, semua klien galau, semua AE sama nurutnya! Bikin pusing saja. Aku memasang wajahku yang paling lelah kepada Alan sambil beranjak ke arah meja Robin. Aku menggeleng-geleng menatap Robin. Robin menatapku dengan bingung.

"Revisi lagi, Rob." ujarku singkat.

Robin tertawa kecil. "Iya, aku sudah buka e-mail-nya. Sinting juga ya orang-orang itu." ujar Robin dengan nadanya yang pasrah.

"Yaudah, jadi videonya harus kubenerin bagian mana?"

Begitulah percakapan kami di siang itu, mengutak-atik perubahan latar musik yang membuatku harus mengutak-atik kembali potongan-potongan video sehingga menjadi selaras. Aku bahkan mengambil laptop-ku untuk sama-sama mengerjakan project iklan ini bersama Robin. Storyboard yang diciptakan harus selaras dengan latar musiknya, latar musik yang diciptakan harus selaras dengan Storyboard-nya. Jika kedua usur ini tidak dicocokan, iklannya menjadi cukup aneh, sih.

Saat Robin sedang berkutat pada layar laptop-nya, teleponnya berdering. "Na, bentar ya, Pak Niko menelepon, nih."

Aku mengangguk dan kembali fokus pada pekerjaanku. Beberapa menit kemudian, Robin tidak kunjung kembali. Aku melirik layar laptop-nya, window yang terbuka adalah window Spotify miliknya. Dalam bagian playlist terdapat beberapa playlist yang memang Robin banget, seperti "Reggae Club", "Potential Covers", "When I'm driving", "Anastasia"...

Tunggu, Anastasia? Sejak kapan namaku menjadi nama playlist?




No comments:

Post a Comment