Tuesday, June 26, 2018

Cerita Studio Begadang Ep. 4: Surat Pengunduran Diri


Dunia memang penuh kejutan. Menjadi manusia yang tidak memiliki kontrol penuh untuk diri sendiri maupun lingkungan tetapi memiliki rasa untuk menjadi be..bas tentunya sangat menyebalkan. Kami terlalu sering untuk fokus pada hal-hal yang datar sehinga kita lupa kalau bumi ini berputar. Begitu juga dengan kejadian-kejadian yang muncul kepadamu tiba-tiba: malam hari digigit nyamuk hingga bentol super besar, atau kejadian seperti ditilang polisi, hingga ditinggalkan orang terkasih. Kekonyolan dari ketiba-tibaan waktu yang menyelakmu seenaknya, padahal kamu sudah mengantri untuk mendapatkan sesuatu, atau menemui seseorang. Tiba-tiba saja, waktu menghentikan dan merenggut segalanya, membuat permainan baru.

Sepulang dari kantor, aku tersenyum berser-seri memikirkan malam esok di mana aku akan menghabiskan waktu bersama Robin. Call it a movie date or whatever, knowing that he still wants to spend the time with me outside work is already a good thing. Maksudku, pada akhirnya pertemanan lebih berharga dibandingkan hubungan rekan kerja bukan? Sebenarnya ada satu alasan mengapa aku sangat menghargai dan mengaharapkan pertemananku dan Robin. Hal tersebut adalah ketulusan hati Robin pada semua orang, termasuk kepadaku sendiri. Robin pandai mengatur emosinya sendiri, membuat kotak-kotak layaknya folder di mana ia harus menetapkan perasaannya pada setiap orang: dia hanya tersenyum ketika berbicara dengan Mamak, dia mampu menyelinap untuk memberi pendapat kepada Pak Bos, dan dia juga tahu kapan dia tidak boleh bertanya dan memberi alasan.

Suatu hari kami pernah berpergian ke pabrik salah satu merk sepatu internasional yang berada di Sukabumi, Jawa Barat untuk shooting video pembuatan sepatu tersebut. Sepulang dari pabrik, Robin ingin mengunjungi rumah salah satu buruh pabrik yang memiliki anak yang menderita polio. Aku pun bertanya kepadanya, "Kok repot-repot ke rumahnya segala?"

Sunday, June 17, 2018

12:02 AM

Just say "No". It makes life easier.

Read my cheesy poem

Kedua Kutub Magnet yang Terpaut Kembali


Kami hidup memang saling berbeturan: entah itu Tuhan atau hanya gravitasi, kutub-kutub kami menarik kami kembali di sini: saat tawa terasa canggung dengan rindu yang tertahan dan percakapan yang kasual. Aku tidak tahu tentang dia, tetapi banyak sekali hal yang ingin aku bicarakan dengannya: tentang hujan salju di atas stasiun kereta api, atau tentang kedua tangan yang kedinginan yang saling mendekap. Percakapan mengenai asa, masa depan, dan realitas yang semu, serta leluconmu yang sangat aneh, dan gurauan sarkastik yang membuatku ingin berjumpa, dan kembali jatuh cinta, untuk sekali, dua kali, hingga kali-kali berikutnya.

Untuk menjadi yang paling beruntung, atau yang memiliki kesempatan untuk bersua, dan tertidur pulas dengan senyum yang lebar.

Terima kasih!
Terima kasih!

Saturday, June 9, 2018

Cerita Studio Begadang: Ep. 3 Jingle Djarum Coklat


Bagiku, satu-satunya jingle yang artsy tetapi juga sangat sangat mudah diingat dan sangat pas untuk brand rokok adalah jingle Djarum Coklat. "Djarum Coklat, saat tepat, saat melepas gundah hatiiiii". Jingle yang kumaksud adalah jingle Djarum Coklat yang dulu dirilis: yang dinyanyikan oleh Nugie, Gigi dan Pagi bukan yang baru-baru ini di-remake. Setiap aku mulai "lelah" dengan pekerjaanku, aku selalu mengingat iklan video klip jingle tersebut: Meurutku, Jingle Djarum Coklat adalah bukti kalau iklan gak harus norak untuk bisa diingat. Mungkin, suatu hari nanti aku dapat memproduksi iklan tersebut. Suatu hari nanti.

Robin akhirnya  kembali ke mejanya setelah sekitar 30 menit keluar ruangan. Aku pura-pura tidak tahu tentang Playlist "Anastasia" dalam Spotify-nya. Ada beberapa lagu yang aku suka dalam playlist itu, seperti lagu ukulele, Wrong Victory oleh MS MR, Perfect day oleh Duran Duran, dan juga lagu Paul Anka "Put Your Head on My Shoulder". Aku kembali teringat dua hari lalu ketika sedang lembur bersama Robin. Dia sempat memutarkan lagu Paul Anka saat terbangun dari tidur singkatnya. Aku mulai berpikir apa mungkin Robin memiliki ketertarikan terhadapku hanya karena playlist bodoh itu. Tapi, apakah playlist itu sebenarnya ditujukan kepadaku atau apakah Anastasia memiliki arti lain? Pertanyaan seperti ini hanya bisa dijawab oleh Robin dan aku sangat takut untuk menanyakannya. Ah, sudahlah. 

"Udah, Na. Gak usah dipikirin." ujar Robin tiba-tiba membuyarkan lamunanku. 

Aku terbelalak menatapnya. "Maksudmu?"

"Iya, revisiannya. Gak usah dipikirin." balasnya dengan santai.

Aku tertawa sendiri, hampir saja aku merasa Robin dapat membaca pikiranku. "Siapa juga yang mikirin!" balasku padanya dengan nada ketus.


Djarum Coklat, Saat tepat, saat melepas gundah hati. 
Dalam hati, aku nyanyikan lirik jingle tersebut. Hati yang gundah adalah hati yang mudah untuk didekati. Ya, kurasa itu benar. Hati yang tenang merasa bersyukur dengan yang sudah ia miliki: ia tidak memerlukan ketenangan lagi. Mungkin, gundah di sini diartikan sebagai suasana di mana orang yang merokok merasa "gundah" karena belum merokok, atau "gundah" karena ada masalah tertentu, sehingga Djarum Coklat menjadi saat tepat untuk melepas kegundahan hatinya.

Aku menatap Robin sesaat, lelaki kurus dengan postur tubuh yang tinggi dengan selera musik yang aneh. Robin mengetahui musik-musik dari seluruh dunia. Dia pernah memberi tahu aku tentang musik hits negara Azerbaijan, atau musik yang sedang digemari di Bosnia saat ini. Aku menatap Robin, berusaha mencuri pandangannya yang masih berkutat pada aplikasi music editor tersebut. 

"Rob?" aku menyenderkan kepalaku di dinding kubikelnya.

"Yes?" dia balik menatapku.

Tuesday, June 5, 2018

Cerita Studio Begadang: Ep. 2 Playlist Yang Mencurigakan



Bukan suatu keanehan lagi untuk tiba di rumah pukul 5 pagi, atau bahkan tidak pulang sama sekali. Hal yang paling aku hindari setelah pulang bekerja adalah ditanya "dari mana?" atau "kok baru pulang?". Begini ya, orang tua, memangnya ada ya orang yang mau bekerja hingga lembur sampai pagi? Jadi mengapa repot-repot bertanya? Di saat-saat seperti ini, aku sering pulang bareng Robin: ya, si cowok Paul Anka itu. Rumah kami memang searah dan biasanya kami janjian untuk lembur bareng walaupun tidak selalu bareng dengan Robin. Misalnya, kami lembur bertiga atau aku lembur berdua dengan yang lain. Robin sering menumpang sarapan di rumah karena disuruh mampir sebentar oleh Mamak. Saat Robin sarapan pagi ini lah Mamak bertanya-tanya pada Robin tentang pekerjaanku, apa saja yang aku lakukan, apakah aku harus lembur, dan lain sebagainya. Robin tidak banyak bicara namun tidak membuat Mamakku gusar juga. Dia selalu tenang sambil meneguk teh hangatnya dan tersenyum dengan sabar.

Di tengah pekerjaan yang menguras energi, aku sebenarnya senang merasakan udara dingin pukul 4 pagi: saat aku dan Robin pulang dengan sepeda motorya. Nuansa langit kelabu bercampur biru dengan embun pagi di kaca-kaca halte dan jalanan yang lembab basah. Di saat-saat orang lain baru hendak memulai harinya, kami baru saja menyudahi hari kami yang berlangsung selama 29 jam. Sesampainya di rumah biasanya aku memberi notofikasi di grup kantor bahwa aku akan datang lebih siang karena habis lembur, kemudian aku akan tidur hingga jam 12 siang.

Keesokan harinya, aku tiba di studio sekitar pukul jam 2 siang. Aku melihat Robin tengah duduk di mejanya dengan headset-nya. Aku berjalan menuju kubikelku untuk melihat feedback dari Account Executive (AE) yang berurusan dengan klien tersebut. Ah, suntuk sekali rasanya. Passion-ku adalah passion klienku: kadang mereka norak sekali mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.

Sunday, June 3, 2018

My head, my safest place, the completely honest of myself.