Bagiku, satu-satunya jingle yang artsy tetapi juga sangat sangat mudah diingat dan sangat pas untuk brand rokok adalah jingle Djarum Coklat. "Djarum Coklat, saat tepat, saat melepas gundah hatiiiii". Jingle yang kumaksud adalah jingle Djarum Coklat yang dulu dirilis: yang dinyanyikan oleh Nugie, Gigi dan Pagi bukan yang baru-baru ini di-remake. Setiap aku mulai "lelah" dengan pekerjaanku, aku selalu mengingat iklan video klip jingle tersebut: Meurutku, Jingle Djarum Coklat adalah bukti kalau iklan gak harus norak untuk bisa diingat. Mungkin, suatu hari nanti aku dapat memproduksi iklan tersebut. Suatu hari nanti.
Robin akhirnya kembali ke mejanya setelah sekitar 30 menit keluar ruangan. Aku pura-pura tidak tahu tentang Playlist "Anastasia" dalam Spotify-nya. Ada beberapa lagu yang aku suka dalam playlist itu, seperti lagu ukulele, Wrong Victory oleh MS MR, Perfect day oleh Duran Duran, dan juga lagu Paul Anka "Put Your Head on My Shoulder". Aku kembali teringat dua hari lalu ketika sedang lembur bersama Robin. Dia sempat memutarkan lagu Paul Anka saat terbangun dari tidur singkatnya. Aku mulai berpikir apa mungkin Robin memiliki ketertarikan terhadapku hanya karena playlist bodoh itu. Tapi, apakah playlist itu sebenarnya ditujukan kepadaku atau apakah Anastasia memiliki arti lain? Pertanyaan seperti ini hanya bisa dijawab oleh Robin dan aku sangat takut untuk menanyakannya. Ah, sudahlah.
"Udah, Na. Gak usah dipikirin." ujar Robin tiba-tiba membuyarkan lamunanku.
Aku terbelalak menatapnya. "Maksudmu?"
"Iya, revisiannya. Gak usah dipikirin." balasnya dengan santai.
Aku tertawa sendiri, hampir saja aku merasa Robin dapat membaca pikiranku. "Siapa juga yang mikirin!" balasku padanya dengan nada ketus.
Djarum Coklat, Saat tepat, saat melepas gundah hati.
Dalam hati, aku nyanyikan lirik jingle tersebut. Hati yang gundah adalah hati yang mudah untuk didekati. Ya, kurasa itu benar. Hati yang tenang merasa bersyukur dengan yang sudah ia miliki: ia tidak memerlukan ketenangan lagi. Mungkin, gundah di sini diartikan sebagai suasana di mana orang yang merokok merasa "gundah" karena belum merokok, atau "gundah" karena ada masalah tertentu, sehingga Djarum Coklat menjadi saat tepat untuk melepas kegundahan hatinya.
Aku menatap Robin sesaat, lelaki kurus dengan postur tubuh yang tinggi dengan selera musik yang aneh. Robin mengetahui musik-musik dari seluruh dunia. Dia pernah memberi tahu aku tentang musik hits negara Azerbaijan, atau musik yang sedang digemari di Bosnia saat ini. Aku menatap Robin, berusaha mencuri pandangannya yang masih berkutat pada aplikasi music editor tersebut.
"Rob?" aku menyenderkan kepalaku di dinding kubikelnya.
"Yes?" dia balik menatapku.
Aku menatapnya beberapa detik, sedikit salah tingkah. Ingin sekali aku bertanya tentang playlist itu. Akan tetapi aku sangat takut, takut kalau ternyata playlist itu tidak berarti apa-apa: hanya playlist! Akhirnya, inilah yang aku tanyakan kepadanya.
"Kamu masih dengerin lagu dari negara antah berantah?" aku memulai percakapan kasual.
Robin mengangguk. "Kamu tahu gak, ada band Acapella dari Italia. Keren banget asli." jawabnya.
"Kamu dapet referensi darimana sih?"
"Random aja sih di Spotify.."
BINGO. Kesempatanku untuk bertanya akun spotify-nya dan pura-pura gak tahu tentang playlist itu.
"Emang akun spotify kamu apa? Mau liat dong." ujarku sambil siap-siap mengetik di Keyboard Laptop-ku.
Robin memalingkan pandangannya. "Playlist-ku private." jawabnya singkat.
"Kenapa?" aku balik bertanya.
"Ya gak suka aja nanti tabungan lagu untuk jingle dicuri agensi sebelah."
Aku mengangguk pelan, terpaksa untuk setuju. "Iya sih.." jawabku padanya sambil menggaruk-garuk kepalaku kebingungan sendiri.
Kami berdua kembali bekerja. Dalam waktu kurang lebih dua jam, satu set iklan sudah dapat diajukan kepada klien untuk final view. Aku membereskan alat-alatku yang ada di mejanya dan bergegas beranjak kembali ke kubikelku.
"Na." Robin memanggil namaku ketika aku hendak kembali. Aku menoleh ke arahnya, "Yes?" tanyaku padanya sambil menatap kedua bola matanya dengan berani.
Robin memalingkan pandangannya kembali ke arah komputernya. "Mau nonton bareng gak?"
Deg. Jantungku tiba-tiba berhenti berdetak. Aku tak mampu untuk menahan senyumanku. "Nonton apa?" lagi-lagi aku balik bertanya. Robin kembali kebingungan sambil menggeser-geser mouse-nya seakan berusaha masuk ke portal 21 Cineplex. Dia tidak tahu mau menonton film apa bersamaku! Aku tertawa kecil.
"Asbun deh! Nanti aku cari dulu ya ada film apa di bioskop. Besok malem gimana?" tanyaku sambil tersenyum.
Robin menatapku dengan lega, kemudian membalas senyumanku. "Boleh"
Aku berjalan kembali menuju kubikel mejaku. Jikalau bukan di kantor, aku pasti sudah lompat-lompat kegirangan. Sambil berjalan, aku meneruskan bernyanyi, "Hanyut dibuai rasa mantap senang mengenang hati puas, Djarum... Djarum.. Coklat"
3 comments:
bagus banget ceritanya. Dibuat buku dong
bagus banget ceritanya. Dibikin buku dong
terima kasih kak Pritaa
Post a Comment