Thursday, April 11, 2013

Sekolah Sampai Mampus

Saya berjalan pulang, melewati halaman-halaman kosong. Saya tertunduk setelah menatap pohon-pohon kelapa yang tinggi itu. Sampai di rumah, saya belajar matematika, bab fungsi dan limit. Beberapa hari kemudian, terasa ditampar keras oleh setan, saya sadar, bab yang saya pelajari itu tidak berguna. Libur pun tiba, saya masih duduk di kamar, blogging. Saya minta izin untuk pergi ke luar kota bersama teman-teman kepada ayah saya.Dia pun mengungkapkan banyak pertanyaan; naik apa, pulang naik apa, nginep dimana, bawa uang berapa, mana alamat penginapannya, ada guru tidak, ada orang tua tidak, bisa jaga diri tidak. Saya pun meninggalkannya, dan mandi. Di kamar mandi, saya menatap diri saya di dalam cermin, muka kusut dengan mata berkantung, jerawat di hidung, tahi lalat di dagu, dan saya pun menangis. 

Entah apa yang telah tersirat dalam pikir saya. Ego saya memenuhi seluruh tubuh saya, kemudian saya berkata dalam hati, "Percuma libur. Pergi gak boleh, uang jajan gak dikasih. Terus aja... Pengennya sekolah sampe mampus apa?"

Kemudian saya membereskan kamar saya. Pembantu saya sudah mengundurkan diri. Saya terpaksa membereskan kamar saya sendiri setiap hari. Ibu saya menyapu dan mengepel. Ibu saya masuk ke kamar saya, menyapu. Saya berdiri di sudut ruangan, berusaha tidak memperhatikan dirinya.Saya tahu dia lelah. Saya tidak tega. Saya berkata lagi dalam hati, "Kita memang butuh pembantu. Kenapa dibiarkan si Mba Lia keluar..."

Lalu saya duduk di pinggir tempat tidur, termenung. Saya sadar akan satu hal. Saya enggan untuk tinggal. Saya enggan merasa kesal dan bersalah. Kemudian, saya menjanjikan diri saya, untuk pergi... suatu hari nanti. Tanpa kesal, tanpa bersalah.

No comments:

Post a Comment